Allahumma lakal hamdu anta qayyimus samaawaati walardhi wa man fiihin, wa lakal hamdu laka mulkus samaawaati wal ardhi wa man fiihin, wa lakal hamdu nuurus samaawaati wal ardhi, wa lakal hamdu antal haqqu wa wa’dukal-haqqu wa liqaa’uka haqqun wa qauluka haqqun wal-jannatu haqqun, wan naaru haqqun, wan-nabiyyuuna haqqun, wa Muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa sallama haqqun, waass’atu haqqun. Allahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa ‘alaika tawakaltu wa ilaika anabtu wa bika khaashamtu, wa ilaika haakamtu, faghfir lii maa qaddamtu, wa maa akhkhartu wa maa asrartu, wa maa a’lantu antal muqaddimu wa antal mu’akhiru la ilaaha illa anta aula ilaaha gairuka wa laa haula quwwata illa billah.
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.
Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)
Dari
segi ketatanegaraan, masalah pemerintahan daerah (Local Government)
adalah merupakan salahsatu aspek struktural dari suatu negara, dan
perihal pemerintah/pemerintahan daerah itu sendiri, serta hubungannya
dengan pemerintah pusatnya bergantung kepada bentuk dan susunan
negaranya, yakni apakah negara tersebu berbentuk negara kesatuan atau
negara serikat. Sedangan kemungkinan-kemungkinan negara kesatuan itu,
masih dapat dibedakan, apakah ia negara kesatuan dengan dengan sistem
desentralisasi atau negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. Maka
dari itu untuk memahami mengenai perbedaan penyelenggaraan Local
Government di kedua bentuk negara tersebut berikut ini uraian singkat
mengenai penyelenggaraan Local Government di Negara Kesatuan dan Negara
Federal.
A. Negara Kesatuan
Suatu negara kesatuan ialah
negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang kekuasaan tertinggi,
memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan. Menurut C.F. Strong ,
seperti dikutip oleh Prof. Miriam Budiardjo, negara kesatuan adalah
bentuk negara dimana wewenang legslatif tertinggi dipusatkan dalam satu
badan legislatif nasional atau pusat. Tiada bidang kegiatan pemerintah
yang diserahkan konstitus kepada satuan-satuan pemerintahan lebih kecil,
seperti negara bagian atau provinsi. Olehkarena itu, dalam negara
kesatuan kekuasaan terletak pada tangan pemerintah pusat dan tidak ada
pada pemerintah daerah (local goverment).
Dalam suatu negara
kesatuan, terdapat asas bahwa segenap urusan-urusan negara tidak dibagi
antara pemerintah pusat (central government) dengan pemerintah daerah
(local government) sedemikian rupa, sehingga urusan-negara dalam negara
kesatuan itu tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan bahwa
pemegang kekuasaan tertinggi di negara itu ialah pemerintah pusat.
Dengan demikian, pemerintah nasional bisa, dan biasanya memang,
melimpahkan banyak tugas kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau
satuan-satuan pemerintahan lokal atau regional (local government). Namun
otoritas ini dilimpahkan oleh undang-undang biasa yang disusun oleh
dewan perwakilan rakyat nasional – tidak boleh konstitusi – dan tidak
bisa ditarik kembali segera setelah diterima.
Sebagai contoh,
Inggris adalah negara kesatuan, bukan negara federasi seperti Amerika
Serikat. Pemerintahan Inggris, adalah berbentuk kesatuan karena semua
kekuasaan dikonsentrasikan pada suatu pemerintahan tunggal yang berpusat
di London yang membentuk semua conties, borough dan daerah-daerah lokal
yang sekarang ada.
Pemerintah pusat memiliki wewenang untuk
menyerahkan sebagian kekuasaannya pada pemerintah daerah berdasarkan hak
otonomi, tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap di tangan
pemerintah pusat. Olehkarena itu, kedaulatannya, baik ke luar maupun ke
dalam, sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Negara kesatuan model
ini biasa disebut dengan negara kesatuan dengan “sistem
desentralisasi”. Sementara kalau sebaliknya, yakni pemerintah pusat
tidak menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah daerah , maka
bentuk negara tersebut lazim disebut negara kesatuan dengan “sistem
sentralisasi”.
Dalam negara kesatuan dengan “ sistem sentralisasi”
semua kebijakan diproses dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Dengan demikian pemerintah daerah hanya melaksanakan peraturan-peraturan
dari pemerintah pusat saja. Daerah tidak memiliki kekuasaan untuk
mengatur rumah tangganya sendiri. Sedangkan dalam negara kesatuan dengan
“sistem desentralisasi”, daerah diberikan kekuasaan untuk mengatur
rumah tangga daerahnya, termasuk mengelola secara penuh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), berdasarkan
inisiatif sendiri. Daerah seperti demikian lazim disebut dengan otonomi
daerah (Otda) atau kekuasaan swantara.
Lepas dari dua sistem yang
berbeda dalam negara kesatuan diatas, negara kesatuan pada hakikatnya
tidak terbagi, atau dalam arti kata lain kekuasaan pemerintah pusat
tidak dibatasi, oleh karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui
badan legislatif lain, selain dari badan legislatif pusat. Jadi, kalau
pun ada kewenangan bagi daerah sepertimembuat peraturan daerah (Perda)
hal tersebut bukan berarti bahwa pemerintahan daerah itu berdaulat,
karena pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap terletak pada
pemerintah pusat.
Dengan kata ini, C.F. Strong berkesimpulan bahwa terdapat dua ciri mutlak yang melekat pada negara kesatuan yaitu :
1. Adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat, dan
2. Tidak adanya badan-badan lainnya yang berdaulat.
Dengan itu, dalam negara kesatuan, warga negara sebenarnya hanya merasa adanya satu pemerintahan saja.
B. Negara Federal
Negara
federal atau negara serikat adalah suatau negara yang terdiri atas
beberapa negara bagian, tetapi setiap negara bagian tersebut tidak
berdaulat. Yang berdaulat adalah gabungan dari negara-negara bagian itu.
Di sini negara-negara bagian mempunyai kekuasaan untuk membuat dan
memiliki undang-undang dasar sendiri, kepala negara sendiri, dewan
perwakilan sendiri, dan dewan menteri (kabinet) sendiri. Sementara itu
untuk urusan Angkatan Perang dan keuangan, mereka tidak memiliki
kekuasaan sendiri, urusan ini lazimnya ada di tangan negara federal.
Menurut
C.F.Strong negara serikat/federal adalah suatu negara dimana terdapat 2
(dua) atau lebih negara atau lebih yang sederajat, bersatu karena
tujuan-tujuan tertentu yang sama.
Dalam bentuk negara Federal,
setiap negara bagian bebas untuk melakukan tindakan-tindakan ke dalam,
selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Federal.
Tindakan ke luar khususnya hubunga dengan negara-negara lain, hanya
dapat dilakukan melalui atau oleh pemerintahan Federal. Salah satu
contoh negara Federal kekinian yaitu Amerika Serikat dan Malaysia.
Jika
dicermati secara seksama, local goverment di negara Federal ini hampir
memiliki kesamaan dengan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi,
di balik itu tentunya terdapat perbedaan. Persamaan diantara keduanya,
misalnya satu sama lain memiliki hak untuk mengurus kepentingannya
masing-masing dan hanya pemerintah pusat atau federal lah yang dapat
bertindak ke luar. Sedangkan perbedaannya terletak pada asal-usul hak
mengurus rumah tangga sendiri. Pada negara bagian merupakan hak aslinya,
sementara pada daerah otonom hak itu diperoleh dari pemerintah pusat.
Apabila
ditinjau dari sudut kenegaraan dan sudut hukum, perbedaan antara negara
Federal dengan negara kesatuan yang didesentralisi sesungguhnya hanya
perbedaan nisbi (relatif) saja. Berkaitan dengan ini Hans Kelsen
mengemukakan bahwa perbedaan antara negara federal dengan negara
kesatuan yang didesentralisir itu hanyalah perbedaan pada tingkatan
desentralisasi (“only the degree of decentralization distinguishes a
unitary state divided into autonomous provinces from federal state” ).
Dicey
mengemukakan bahwa “a federal state is a political contrivance intended
to reconcile national unity and power with the maintenance of state
rights.”
Dalam negara federal, negara-negara yang bergabung atau yang
disebut negara bagian mempunyai kedudukan yang kuat, namun sebagian
dari kekuasaannya diserahkan kepada negara federal. Kekuasaan yang ada
pada negara federal dibatasi oleh kekuasaan yang terdapat pada
negara-negara yang bergabung, ini berarti adanya perbedaan antara
kekuasaan pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian
yang sangat rentan terhadap timbulnya konflik antara keduanya. Untuk
menghindarinya, pembagian kekuasaan antara keduanya harus diatur secara
tegas dan jelas yang dituangkan dalam sebuah konstitusi. Sehingga
konstitusi dalam suatu negara federal dapat disamakan dengan perjanjian
atau bersifat seabgai perjanjian (treaty) yang harus ditaati oleh
negara-negara bagian.
Jadi ciri atau sifat negara federal adalah :
- .adanya supremasi konstitusi yang menjadikan federasi itu terwujud;
- .adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian;
-
.adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu
perselisihan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara
bagian.
Sementara itu, Prof. Mr. R. Kranenburg, seperti dikutip Prof.
Miriam Budiardjo, secara umum membedakan negara Federal dengan negara
Kesatuan, khususnya ditinjau dari sudut hukum positif, yakni:
1.
Negara bagian suatu federasi memiliki “povoir constituant”, yakni
wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri dalam rangka batas-batas
konstitusi negara Federal, sedangkan dalam negara kesatuan organisasi
negara-negara bagian (yaitu pemerintah daerah) secara garis besarnya
telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat.
2. Dalam negara
Federal, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal
tertentu telah terperinci satu per satu dalam konstitusi federal,
sedangkan dalam negara kesatuan, wewenang pembentukan undang-undang
pusat ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenag pembentukan
undang-undang rendahan (lokal) tergantung pada badan pembentuk
undang-undang pusat tersebut.
Dalam buku Federal Goverment, K.C.
Wheare mengatakan bahwa prinsip negara Federal yaitu bahwa kekuasaan
dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah Federal dan pemerintah
negara bagian dalam bidang-bidang tertentu bebas satu sama lain.
Misalnya dalam soal hubungan luar negeri dan soal mencetak uang,
pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan dari pemerintah
negara bagian; sedangkan soal kebudayaan, kesehatan, dan sebagainya,
pemerintah negara bagian misalnya bebas dari campur tangan dari
pemerintah Federal.
Berikut ciri-ciri lain dari penyelenggaraan Local Goverment di negara Federal :
1. Pembagian kekuasaan
Ciri
khas pemerintahan federal adalah pembagian kekuasaan dalam pemerintahan
baik pemerintahan nasional, kesatuan konstituante atau Negara
bagian---- Propinsi, kabupaten atau kota, sebagaimana pembagian tersebut
telah ditetapkan dalam undang – undang. Negara bagian memiliki kekuatan
menjalankan hukum sesuai dengan pembagian, mematuhi dan mengelolanya,
bahkan pemerintahan federal memiliki kekuasaan atau kekuatan yang sama
dalam pemerintahan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-
undang.
Ada dua metode pendistribusian kekuasaan diantara nasional
dan kabupaten/kota/Negara bagian. Dibeberapa Negara, kekuasaan
pemerintahan dialokasikan kepada nasional dengan jumlah yg pasti,
sedangkan selebihnya diberikan kepada Negara bagian. Prinsip ini di
ikuti oleh Amerika, Russia dan Switzerland. Sedangkan dibeberapa Negara
yang lain kebalikan dari yang
Diatas, dan metode ini berlaku di Negara Canada dan india.
2. Pembagian kedaulatan
Ahli
hukum seperti AUSTIN menyatakan bahwa kedaulatan tidak bisa dibagi,
namun bisa dilokasikan.tetapi ini tidak berlaku atas Negara federal.
Dinegara federal kedaulatan dibagi atas dua baik pusat dan daerah.
Disana tidak ada satu kedaulatan, namun banyak kedaulatan yang akan
berlaku.
3. Keunggulan undang- undang
Keunggulan undang- undang
adalah keistimewaan yang sangat penting dari federasi. Ia menyatakan
secara tidak langsung bahwa hukum-hukum dibuat untuk autoritas didalam
Negara dan mungkin menerangkan ultra Vires jika terjadi konflik dengan
undang- undang.
4. Pengadilan federal
Berlakunya lebih dari satu
kekuasaan pusat dan keunggulan undang- undang didalam Negara federal,
maka perlu didirikan beberapa kekuasaan seperti mahkamah tertinggi
dimana bertugas untuk menterjemahkan undang- undang dan memutuskan
konflik yurisdiksi diantara pusat dan daerah.
5. Ciri- ciri keistimewaan yang lain
Masyarakat didalam Negara federal juga memiliki rangkap dua kewarganegaraan begitu juga dengan perwakilan.
Mengenai cara membagi kekuasaan antara negara federal dengan negara-negara bagian, terdapat 2 (dua) cara yaitu :
1.
kekuasaan yang diserahkan oleh negara-negara bagian kepada negara
federal ditetapkan secara limitatif dalam konstitusi negara federal.
Disini terjadi perkuatan kedudukan negara federal dibandingkan dengan
negara-negara bagian, contoh Kanada yang oleh C.F. Strong disebut
sebagai less federal; dan
2. kekuasaan yang diserahkan kepada
pemerintah negara-negara bagian dan kekuasaan lainnya (the reserve
power) ada pada negara federal, ditetapkan secara llimitatif dalam
konstitusi. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara-negara bagian
dibandingkan dengan negara federal dan diharapkan terjadi pengawasan
terhadap kekuasaan pemerintah federal dalam hubungannya dengan kekuasaan
negara-negara bagian (to check the power of the federal authority as
against the federating units).
Dengan adanya pembagian kekuasaan
antara negara federal dan negara-negara bagian ini mengandung arti bahwa
Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing tidak menjadi lebih tinggi dari
yang lain, karena telah diikat oleh konstitusi yang merupakan treaty.
Siapa yang menilai adanya pelanggaran terhadap konstitusi? Di Amerika
Serikat, perselisihan mengenai hal tersebut diserahkan kepada kekuasaan
Mahkamah Agung, sedangkan di Swiss diserahkan kepada Lembaga Perwakilan
Rakyat Federal (The Federal Assembly).
Demikian uraian mengenai
penyelenggaraan pemerintahan tingkat Daerah (Local Government) antara
negara berbentuk Kesatuan dengan Negara Federal.
- Sepertiga malam yang pertama dari sekitar pukul 19.00 WIB hingga 22.00 WIB saat utama.
- Sepertiga malam yang kedua dari sekitar pukul 22.00 WIB hingga 01.00 WIB saat lebih utama.
- Sepertiga malam yang ketiga dari sekitar pukul 01.00 WIB hingga 04.00 WIB saat paling utama.
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua manusia.
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab.
3. Ketika menyeberangi jembatan Shirathal Mustaqim, bisa melakukannya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.